Sunday, 11 April 2010

BRUNO, SEBUAH FILM KONTROVERSIAL

Pada tulisanku ini, aku akan menulis tentang sebuah film yang menurutku paling kontroversial seumur hidupku. Film itu berjudul Bruno dan dimainkan oleh seorang aktor bernama Sacha Baron. Film ini sangat amat kontroversial bagiku karena banyak sekali adegan menjijikkan di dalamnya, yang bersangkutan dengan perilaku seks seorang gay. Bahkan aku bisa menyebutnya sebagai film porno.
Awal mula aku mengetahui film ini lewat berita di situs KapanLagi.com yang bisa kuakses secara gratis di telepon selulerku. Di situ ditulis bahwa film ini kontroversial akan tetapi bukan karena banyak scene tentang seks seorang gay tadi, melainkan karena scene yang menggambarkan Bruno sedang mewawancarai salah satu tokoh berpengaruh di daerah negara Muslim. Entah Irak, Afganishtan, atau Pakistan. Hanya saja aku tak pernah mengenalnya karena menurutku dia tidak terlalu berpengaruh seperti tokoh-tokoh yang sebelumnya pernah ada, seperti Osama bin Laden, Saddam Hussein, atau Yasser Arafat. Adegan itu pun hanya rekayasa karena tokoh sebenarnya tidak pernah mengikuti syuting film ini. Maka Sacha pun mendapat teror dari pengikut tokoh tersebut sehingga ia perlu memperketat keamanan. Selain itu, Bruno merupakan seorang perancang mode terkenal di Italia yang kebetulan gay. Itu saja.
Kemudian aku melihat review film ini di sebuah majalah internasional. Karena aku merasa ribet membaca teks berbahasa Inggris, maka yang aku lihat hanya gambarnya saja. Sekali lagi, yang kutahu dari film ini adalah kontroversial (belum benar-benar tahu sekontroversial apa) dan bergenre komedi. Apalagi yang aku lihat dari gambarnya adalah Bruno menjadi mayoret. Kostum yang ia dan timnya pakai adalah celana hot pants ketat dari kulit yang mengkilap dan atasan yang tidak menutupi perut (pusarnya kelihatan) serta tanpa kancing. Kontan saja aku menganggapnya kocak. Apalagi ketika ke rental, film ini masuk daftar box office. Semakin tertariklah aku menontonnya.
Setelah menontonnya, aku sangat menyesal sudah merekomendasikannya ke temanku untuk ditonton bersama. Karena ternyata film ini tidak lucu, melainkan norak dan sangat menjijikkan. Kontroversi di dalamnya bukan hanya karena yang sudah disebutkan di atas, akan tetapi banyak sekali adegan yang melanggar norma kesusilaan, apalagi untuk ukuran orang Indonesia. Penyimpangan seks seorang gay dalam film ini digambarkan secara gamblang sekali dan tanpa sensor.
Scene yang paling kontroversial adalah ketika ada satu layar yang hanya menyorot penis Bruno. Kemudian Bruno menggerak-gerakkan tubuhnya sehingga penis tersebut bisa berputar! Yiaks, aku ingin muntah! Selain itu, masih ada banyak lagi adegan lainnya yang benar-benar membuatku mengelus dada.
Akhirnya aku tidak menyelesaikan film itu karena aku harus segera pulang dari rumah temanku. Saat itu untung sekali tidak ada orang tuanya. Kalau ada, mungkin sesuatu yang buruk sudah terjadi pada kita berdua. Sampai saat ini pun aku juga belum memutuskan apakah akan melanjutkannya lagi atau tidak. Sepertinya aku harus siap-siap mental saja sebelum menonton film ini lagi.
Yang membuatku heran, mengapa artis sekelas Paula Abdul mau ikut serta dalam film ini setelah ia memutuskan mundur dari juri American Idol? Untung saja reputasinya tidak turun. Padahal scene yang ia mainkan juga sangat tidak sopan. Dan juga mengapa film ini bisa menjadi box office? Mengherankan sekali!
Setelah menonton film ini, terus terang aku belum mendapatkan esensinya. Tapi aku menyukai satu hal yang bisa aku tangkap di sini. Bruno adalah seorang perancang mode yang sangat terkenal di Italia. Bahkan ia punya acara sendiri di televisi Italia yang membahas fashion. Akan tetapi ketika ia memutuskan pindah ke Amerika dan ingin mencari ketenaran di sana, ia berlagak seenaknya seakan-akan ia adalah orang paling penting di sana. Padahal orang-orang di sana sama sekali tidak mengenalnya. Apalagi setelah konsep acara yang ia serahkan pada produser ditolak mentah-mentah, pasangan gaynya meninggalkannya. Ia pun berusaha mati-matian mencari cara agar bisa terkenal di sana.
Dari situlah aku menyimpulkan bahwa kita harus beradaptasi dengan lingkungan di mana saja kita berada. Kita tidak boleh seenaknya dan berlaku sok di tempat lain, walaupun kita sebenarnya adalah orang yang layak dihormati dan mendapat perlakuan khusus karena kita punya status atau posisi yang tinggi. Kita bukanlah siapa-siapa di tempat lain karena kita tidak tahu bagaimana kondisi, norma-norma, serta pandangan masyarakat di tempat itu.

1 comment:

  1. Iki Nulis opo ????

    Tulisan Gak Jelas,Gak Mutu kabeh...
    Ckckck

    ReplyDelete