Tuesday 20 July 2010

Catatan SMA 6: Teh Pak Bams Sid

Sabtu, 17 Maret 2007
07:38 WJTV

Sekarang, jam pelajaran Matematika oleh Pak Bams Sid (Bambang Sidik) masih berlangsung. Memoriku jadi teringat pada kejadian kemarin Jumat. Saat itu, aku menumpahkan teh milik Pak Bams Sid di mejanya. Untung saja beliau sedang tidak di tempat dan teh yang tumpah pun tidak sampai mengkosongkan gelas. Seandainya habis, Pak Bams Sid pasti akan sangat bertanya-tanya.

Saat itu bahkan Pak Priyanto, guru sejarah dan bahasa Jawa, memergokiku dan mengatakan, “Hayo!” Wah, sebuah kata yang ia keluarkan itu sungguh-sungguh membuatku terhakimi. Aku langsung bergerak cepat. Aku langsung ke kopsis (koperasi siswa) dan ngutang tisu. Mbak Ice, penjaga kopsis, membolehkanku begitu tahu aku menumpahkan teh milik Pak Bams Sid! Glory, glory! Dengan langkah seribu, aku kembali ke ruang guru dan langsung membersihkan meja Pak Bams Sid.

Kali ini Pak Jon, guru sosiologiku yang ngocol punya, yang memergokiku. Akan tetapi, tidak seperti Pak Priyanto, ia dengan rela dan baik hati membantuku. Pak Jon memberiku bekas soal sosiologinya yang sudah tak terpakai untuk mengelap meja Pak Bams Sid. Akhirnya bersih dan kinclong juga! Saat itu selesai, Pak Bams Sid belum datang juga.

Yah, paling tidak aku sudah bertanggung jawab. Dan yang paling membuatku senang adalah meja Pak Bams Sid benar-benar kinclong. Rasanya ada kebanggaan di hatiku! Halah…! Aku pun menyelesaikan tanggung jawabku tepat waktu karena setelahnya aku akan mengkoordinir imtaq yang selalu diadakan setiap hari Jumat.

Sewaktu aku mengundang anak-anak untuk imtaq (termasuk temannya Dirly), aku bertemu Dirly. Dia mengatakan, “Kok enak tho, mesti di ruang AVA?” (Ruang AVA merupakan tempat paling mewah dibandingkan segala sudut di sekolahku yang kata orang, sebesar kandang kuda) Saat itu, seharusnya aku langsung menimpali. Akan tetapi tuntutan pekerjaan membuatku tak sempat bermain-main. Aku harus cepat! Minggu lalu saja, Pak Natalis sudah sewot-sewot sewaktu bel berbunyi. Padahal film rohani yang diputar sewaktu imtaq, Passion of the Christ, tinggal sedikit lagi.


Dan Sabtu pagi ini, aku berangkat ke sekolah naik bus. Walau capek, aku bisa mengecilkan perut. Pelajaran olahraga setelahnya pun terasa enak dan ringan.
Sempat takut juga pada awalnya. Sebelum berangkat, mama mengatakan kalau wajahku pucat dan nyluntruk. Terlebih aku sama sekali tidak minum minuman hangat dan tidak sarapan. Hanya air putih saja yang kukonsumsi pagi ini. Aku pun membawa bekal nasi saja, tanpa lauk. Alhasil, di jalan aku keberatan karena membawa barang bawaan berat berupa baju seragam dan sekotak nasi tanpa lauk, beserta sebotol minum. Belum lagi irama perut yang keroncongan.

Begitu sampai sekolah, aku merasa sangat lega. Aku langsung melampiaskan rasa lelah dan laparku yang sudah kutahan sedari perjalanan tadi. Nasi yang kubawa kumakan dengan martabak kecil dan sate yang kubeli di kantin. Belum ada lauk besar sepagi itu. Aku mengambil lauk yang seadanya saja, jajanan. Beruntungnya, waktu yang tersisa membuatku sangat sempat menikmati sarapan yang sederhana itu. Ketika sarapanku baru saja habis, bel langsung berbunyi. Thanks God!

Sekarang aku tidak sakit. Amin. Dugaan mama salah. Mungkin, aku pucat karena memakai Gizi Super Cream. Wui… Berarti produk tersebut manjur! Aku sempat berfoto-foto di hp Rani dan mendapati hasilnya bagus. Hahaha… Tidak sia-sia aku membeli produk itu. Bahkan, ternyata Pitix juga memakainya. Akhirnya, ketika anak-anak perempuan berganti pakaian setelah olahraga, kita berdua menjadi saling merekomendasikan itu pada mereka. Beberapa teman bahkan mencoba.


Dan sekarang, pelajaran sejarah kosong. Aku menggunakan kesempatan ini untuk menulis lagi. Namun, belum ada kejadian yang unik lagi. Aku juga belum bertemu Dirly.

O iya! Tadi Bhe ulang tahun. Happy b’day ya, Bhe! Semoga kamu bisa menjadi temanku yang terbaik selalu! Aku akan terus mendoakanmu. Amin.

Mmm... Aku hari ini senang sekali karena sekolah pulang lebih awal. Besok Senin juga hari libur. Yeah, MTV VJ Hunt just count day! Aku harus melakukan persiapan yang maksimal agar bisa mewujudkan impian terindahku itu!

Catatan SMA 5: Tentang Workshop dan Dirly

14 Maret 2007, 07:55 Waktu Jam Tangan Vita
Jamnya PKn Pak Chooey adalah jam potensial untuk menulis-nulis sendiri, sebab sangat membosankan!

Akhirnya aku buka suara juga. Selain dengan teman-teman (Nia, Dea, Bhe, dan Rasti), aku juga cerita ke Ndut kalau aku ingin mengikuti MTV VJ Hunt 2007. Hari ini, ia libur bekerja dan akan berangkat ke kampus. Kebetulan sekali! Aku paksa saja sekalian untuk mencari informasi tentang workshop yang akan diadakan di FISIP UGM. Toh, kampusnya bersebelahan. Jalan sebentar saja juga sampai, sebentar sekali malah!

Aku juga bertanya padanya, “Workshop itu ngapain sih?” Dia jawab, seperti training. Hah? Training? “Daftar aja belum, kok sudah training?” kataku. Wah, ada yang tidak beres ini! Tuhan, bimbing aku ya!

O iya! Aku ada lagu yang cocok untuk Dirly. Lagunya Gil featuring The Moffats, berjudul If I Only Knew. Kurang lebih, begini liriknya:

I give you everything, anything
If you will be mine
I give you stars above, oh my love
How can you be SO BLIND?
SO BLIND?
I’m going out my mind
For the time, for you, yes it’s true!


Reff:
If you only knew
That I’m crazy for you
Then you understand
If I only knew
What you going through?
Then I’m understand


Huhuhu… Bentar lagi dia mau lulus dan aku bahkan belum mengenalnya! T.T
Tuhan, bantu aku!

Catatan SMA 4: Gebetanmu dan Gebetanku

13 Maret 2007, 18:46 Waktu Hp Vita, 18:31 Waktu Jam di Kamar, 18:39 Waktu Jam Tanganku

Hehehe… Ajaib, kan lihat sejumlah jam di rumahku itu berbeda semua? Makanya setiap aku menulis di “buku tanggung jawab” (aku menyebutnya karena berbeda dari buku curhat yang lain), tepatnya “buku tanggung jawab hidup”, aku selalu mencantumkan jam dengan keterangan WIB, WITA, dan WIT ala Vita Kent yang berbeda-beda semuanya.

Kemarin, 12 Maret pukul 17:31 WHV, Dea, sahabatku semenjak SMP, sms aku. Katanya, dia telah melihat iklan MTV VJ Hunt. Sepertinya yang mau ikut, langsung saja datang ke tempat audisi. Alright! Aku menjadi lebih lega.

Selain itu, dia mengatakan bahwa ia sedang patah hati. Aku sms dia balik dan menasehati dia supaya sering-sering saja berkomunikasi dengan “L” agar si “L” bisa melihat ketulusan hati dan cintanya Dea. Ciye… Gue sok nasehatin nih! But, that’s a must for my friend! Aku bercanda (via sms, tentunya), “Kalau gak dapat “L”, terus ntar aku jadi VJ beneran, aku bakal kenalin kamu sama personel Tangga yang item itu loh.”

--sms dikirim--
--sms dibalas—

“GAK MAU! Sekali “L”, tetap “L”! Aku cuma mau “L”, bukan yang lain. He.. he.. he..” itu sms balasannya padaku. Jadi, ceritanya dia mau setia? Entah mengapa, ya Tuhan aku ragu dengan hal itu. Hehe… Dosa tidak, ya aku meragukan teman sendiri? Hihihi…

Tiba-tiba aku teringat Dirly. Sebentar lagi dia akan lulus pula! Janji Sunny-nya juga sudah tidak bisa membuatku semangat untuk melakukannya. Tapi, seandainya nih, seandainya, aku benar-benar menjadi VJ, pasti dia yang akan mencari aku! Hehehe, narsis!

Sudah dulu, ya! Semoga besok aku bisa berkenalan dengan Dirly! Syukur-syukur Dirly Idol yang sesungguhnya . Amin!

Catatan SMA 3: Ujian, Audisi, dan Bima Marzuki

Senin, 12 Maret 2007 13:46 Waktu Hp Vita

Curhatanku kemarin tidak diteruskan dan diputus begitu saja. Aku harus belajar bahasa Jawa untuk ujian hari ini. Untungnya, tadi aku bisa mengerjakannya karena belajar itu tadi.

Awal belajar, semua terasa mudah-mudah saja. Eh, belakang-belakangnya, di bagian tentang tata cara pengantin itu susah sekali menghapalkannya. Bahasanya itu, lo! Tingkat tinggi sekali. Baru kusadari sekarang kalau Bahasa Jawa memiliki bahasa tingkat tinggi. Padahal ini baru basa krama, belum bahasa Jawa Kawi! Haduh, gilak!
Aku tidak jelas sama sekali apa itu artinya. Akhirnya rangkuman materi itu hanya kubaca tanpa dihapalkan. Entah apa itu isinya, aku tidak tahu. Sepertinya semuanya bakal lebih mudah kalau dipraktekkan saja! Hahaha… Untung saja ulangan tadi tidak banyak membahas bagian pengantin itu.

Lalu, sewaktu ujian seni rupa, aku juga bisa loh! Tinggal bagaimana nanti nilainya. Hehehe… Thanks God! Ada empat pilihan dalam soal menggambar itu. Yang tiga ilustrasi semua! Wah, gila aje! Aku pada dasarnya tidak bisa menggambar ilustrasi, malah disuruh buat begituan! Nilaiku hancur sekalian saja! Terutama ketiga pilihan tersebut diwajibkan untuk berwarna. Aku sendiri tidak membawa perkakas pewarnaan yang mumpuni.

Ah, tidak! Lebih baik aku menggambar perspektif saja! Aku kan sudah mengerti dasarnya seperti apa. Jadi, bisa disiasati dan jadilah! Thanks God, I love You!

Meneruskan yang kemarin, tentang VJ Hunt. Aku sudah mencari-cari info tentang VJ Hunt. Aku berburu tabloid bersama Rasti di BCA. Aku sempat membaca tabloid Kerbek dan Gaul. Keduanya sama saja, tidak menyajikan informasi yang jelas.

Hanya saja, informasi yang baru adalah acara yang dilaksanakan tanggal 23 Maret di FISIP UGM itu cuma workshopnya. Yang audisi, ya yang di Mall Galeria itu. Wah, bagaimana ini? Masak minggu-minggu harus jauh-jauh ke kota? Sudah begitu, di bawahnya ada tulisan “cepetan daftar!”. Selain itu, ada juga tulisan “atau kirim juga video kamu dalam format mini DV”.

“Aduh! Masak pinjam handycam Febri buat bikin rekaman?” pikirku. Malu dong!Kalau mau pinjam hp Nia, apa formatnya ntar sama? Terus videonya itu seperti apa? Kita berlagak membawakan suatu acara atau video gokil ala Alex Abad? Kalau seperti Alex Abad, wuih…! Ideku sih banyak, tapi penerapannya susah!

Sepertinya aku harus telepon radio Prambors saja karena di ujung bawah iklan MTV VJ Hunt itu, ada logo Prambors. Semoga sewaktu aku menelepon, tidak nyasar sewaktu on air.

Oh iya! Terakhir kali aku menggunakan internet, aku sempat mencari info tentang Bima, reporter RCTI yang masih sempat melaporkan suasana Kapal Mesin Levina ketika detik-detik kapal itu akan karam. Ternyata nama lengkapnya adalah Bima Marzuki. Akan tetapi tetap saja aku belum mendapatkan alamat email dia.

Aku melihat di situs berita Metro TV dan di sana ada video ketika ia dirawat di rumah sakit. Ia hanya terbaring begitu saja di atas kasur dan kalau tidak salah menggunakan alat bantu berupa selang pernafasan. Sewaktu itu, jujur saja dia tampak jelek dan hitam. Maklumlah, dia sedang lemah.

Aku mencoba klik video tersebut, akan tetapi untuk melihatnya harus menggunakan program tertentu dan aku harus men-download-nya. Karena takut kalau download-nya itu berbayar, akhirnya aku cancel saja. Kemudian kucari fotonya, akan tetapi malah foto tokoh Bima dalam cerita pewayangan yang kudapat. Apes!

Usahaku masih berlanjut. Aku buka situs RCTI. Akan tetapi mataku mulai lelah menatap komputer. Terlebih, agro warnet terus berjalan. Dua jam terlewati dan aku harus membayar Rp 6.000,00 untuk mencari informasi yang masih belum jelas. Whatever! Huh!

Sinisme Seorang Ashadi

Sabtu (07/10) lalu, Ashadi Siregar mendapat hadiah kejutan pada ulang tahunnya yang keenam puluh lima. Hadiah tersebut diwujudkan dalam Peluncuran dan Diskusi Buku “Ashadi Siregar: Penjaga Akal Sehat dari Kampus Biru”. Sejumlah alumni pun menyampaikan testimoni tentang sinisme Ashadi.

”Bang Hadi itu tampak seperti orang yang sarkas, angker, sinis, tetapi memiliki kemampuan sabar mendengarkan yang besar,” ujar Saur Hutabarat, Pemimpin Redaksi Media Indonesia dalam acara yang diadakan di Ruang Seminar Pascasarjana Fisipol tersebut.

Rizal Malarangeng, Direktur Eksekutif Freedom Institute pun menyatakan hal yang tidak jauh berbeda dengan Saur. ''Dia memberi motivasi tanpa menggurui. Kalau berdebat dan tidak setuju pada satu gagasan, paling-paling dia hanya tertawa kecil yang agak sinis tanpa terkesan memusuhi dan merendahkan," tuturnya.

Dalam buku yang diluncurkan tersebut, juga terangkum pula bagaimana sinisme novelis Cintaku di Kampus Biru ini. Ia seringkali berkomentar dengan cukup sinis dan terkadang nylekit. Dodi Ambardhi, staf pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi yang juga pernah menjadi muridnya, bahkan menjulukinya sebagai ”Raja Sinis”, ”Tukang Gembos”, dan ”Si Raja Tega”.

Meski sinis, Bang Hadi, panggilan akrab Ashadi Siregar, merupakan sosok yang menyenangkan. Ia meninggalkan kesan yang begitu mendalam di hati murd-muridnya sehingga diadakanlah hajatan tersebut. ”Tidak ada duka bersama Bang Hadi,” ujar Rizal ketika ditanya mengenai suka dan duka bersama Bang Hadi. Baginya, semua pengalaman bersama pria keturunan Batak tersebut adalah suka.

Ashadi juga merupakan sosok yang sangat sederhana. Ketenarannya sebagai penulis novel bahkan tidak pernah merubah sifatnya. ”Di tengah wabah kegandrungan orang untuk menjadi selebritas, Ashadi memilih untuk meninggalkannya,” ujar Dodi.

Diskusi yang dimoderatori oleh Ana Nadhya Abrar tersebut berlangsung sangat menarik. Terlebih diskusi yang diselenggarakan sebagai acara perpisahan dan pensiun Ashadi berisi testimoni-testimoni alumni yang membangkitkan sejumlah kenangan lucu dan membuat semua yang ada di Ruang Seminar Pascasarjana Fisipol UGM terbahak-bahak.

Para alumni dan kolega Bang Hadi berharap, dengan adanya masa pensiun ini Bang Hadi tidak pensiun begitu saja melainkan tetap berkarya. ”Tetaplah berkarya terus di akademik dan sastra!” harap Prof Dr Pratikno M Soc Sc, Guru Besar Fisipol UGM.

NB:
Berita ketigaku yang dipublikasikan. Dapat juga dilihat di http://www.bulaksumur-online.com/people-inside/163-sinisme-seorang-ashadi.html

Apresiasi dan Reuni untuk ‘Bang Hadi’

Sabtu (07/10) lalu, suasana Halaman Gedung Pascasarjana Fisipol UGM tidak sama seperti biasanya. Sejumlah tenda berdiri disertai beberapa hiasan yang menarik. Di depannya terdapat sejumlah karangan bunga bertuliskan “Selamat Ulang Tahun, Bang Hadi”. Itulah yang terlihat dari Malam Apresiasi dan Reuni Jurusan Ilmu Komunikasi UGM.

Acara yang diselenggarakan sebagai rangkaian hajatan “Tribute to Ashadi Siregar” tersebut seharusnya dimulai pukul 18.00. Namun, acara terlambat karena Ashadi, yang akrab disapa Bang Hadi, belum datang. Sembari menunggu, tamu undangan yang berdatangan mendaftarkan diri di resepsionis, lalu menuliskan pesan di sebuah dinding untuk Bang Hadi. Mereka juga memandangi foto Bang Hadi yang ada di sebuah bilik bambu.

Tak lama kemudian sosok bersahaja, berkacamata, dan berkemeja hitam muncul. Dialah Ashadi, yang muncul ditemani keluarganya. Bang Hadi adalah seorang mantan staf pengajar dari Jurusan Ilmu Komunikasi UGM. Karena telah mendapatkan surat pensiun, diadakanlah acara perpisahan dengan pria yang telah berjasa mengharumkan nama UGM, khususnya Jurusan Ilmu Komunikasi tersebut.

Begitu datang, alumni-alumni dari Jurusan Ilmu Komunikasi pun langsung menyambutnya. Mereka pun terlibat dalam sebuah pembicaraan. Ketika selesai berdiskusi, ia pun menyantap hidangan yang telah dipersiapkan. Begitu selesai, ia langsung didaulat untuk duduk di barisan terdepan.

Rangkaian acara pun dimulai. Dodi Ambardhi, dosen komunikasi, menaiki panggung untuk memberikan pidatonya. Sesudahnya, ditampilkan slide-slide foto Ashadi, kemudian sambutan dari Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Budhy Komarul Zaman.

Acara yang ditunggu pun tiba, sesi tumpengan. Sesi tumpengan tersebut tidak ubahnya seperti kue pada perayaan ulang tahun pada umumnya. Maka, Ashadi pun memotong puncaknya tepat di hari ulang tahunnya yang ke enam puluh lima. “Selamat ulang tahun, Bang Hadi!” kata MC.

Setelahnya, Ashadi pun naik ke podium dan memberikan pidatonya. Ia mengucapkan rasa terimakasihnya kepada seluruh alumni yang telah menyelenggarakan acara tersebut. Ia pun memberikan wejangan terhadap beberapa staf pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi dalam pidatonya. “Perubahan ilmu komunikasi semenjak Perang Dunia II tidak begitu berpengaruh pada jurusan. Saya titipkan jurusan komunikasi untuk tetap diperdebatkan,” pesannya.

Pidato Ashadi pun ditutup dengan gelak tawa meriah peserta undangan. Ia mengucapkan rasa harunya atas kejutan berupa acara untuk dirinya. Namun ia tetap berusaha untuk menutupinya sehingga timbullah mimik dan ucapan yang berkelakar darinya.

Sosok Ashadi memang layak untuk dikenang. Berbagai pendapat positif mengenai dirinya bermunculan. Seperti Saur Hutabarat , Pemimpin Redaksi Media Indonesia “Dia melihat segala sesuatu dengan pikiran yang berbeda.” Ditambahkannya, pria yang juga menulis novel Jentera Lepas itu berpikir atas dasar-dasar empirik. Ia tidak tergoda dengan pragmatisme. “Bang Hadi adalah orang yang jujur dan lugas,” jelasnya. Tak heran bila Bang Hadi disebut sebagai penjaga akal sehat dari Kampus Biru. Bagi Saur, Bang Hadi tidak akan pernah pensiun. Ia hanya pensiun secara administratif, namun ia akan tetap berkarya di bidang jurnalistik.

Tidak hanya itu, pria yang lahir di Pematang Siantar tersebut juga sangat giat di bidang media. Ia sempat menjadi pemimpin redaksi di koran , meski akhirnya dilarang terbit oleh pemerintah Orde Baru setelah terbitan yang ke-13. Walaupun diadili, ia tidak kenal kata menyerah. Tahun 1999, ia dipercaya lagi menjabat sebagai pemimpin redaksi di Surabaya Post. Bahkan kini Bang Hadi masih menjabat sebagai direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerbitan Yogyakarta (LP3Y) sejak tahun 1992. LP3Y itulah yang kini menghasilkan sejumlah wartawan-wartawan handal.

Selain sebagai staf pengajar dan wartawan, pria kelahiran 3 Juli 1945 ini juga dikenal sebagai novelis handal. Beberapa novel yang telah ditulis dan meledak di pasaran antara lain Cintaku di Kampus Biru, Kugapai Cintamu, dan Terminal Cinta Terakhir. Cintaku di Kampus Biru-lah yang semakin mengharumkan nama UGM, hingga UGM dikenal dengan sebutan ‘Kampus Biru’.

Uniknya, tidak ada satupun dari keluarganya yang memiliki profesi yang sama dengannya. Istrinya, Helga, berkecimpung dalam bidang desain grafis. Sementara itu, Banua, putra sulungnya, memiliki minat dalam hal fotografi. Messa, putra bungsunya lebih menyukai dunia psikologi. Ashadi pun memilih untuk tidak mencampurkan urusan rumah dan pekerjaan. Namun, Messa berpendapat bahwa ayahnya adalah teman diskusi yang baik. “Diskusi macam-macam. Mulai politik, sosial, dan lain-lain,” ujarnya.

Mengenang Ashadi, tidak akan pernah cukup dalam sebuah acara. Namun, setidaknya acara yang digagas Jurusan Komunikasi UGM ini merupakan apresiasi atas perjuangan Ashadi selama ini. Di akhir acara, pria yang menerima Satyalencana Karya Satya XXX pada tahun 2007 ini memberikan pesan singkat tetapi sarat makna bagi Ilmu Komunikasi UGM,” Bagi teman-teman muda untuk tetap saling berkomunikasi.”



Vita

NB:
berita keduaku yang dipublikasikan. Bisa juga dibaca di http://www.bulaksumur-online.com/component/content/article/1-latest-news/165-apresiasi-dan-reuni-untuk-bang-hadi.html

Tuesday 13 July 2010

Catatan SMA 2: Info VJ Hunt

11 Maret 2007, 17:20 waktu jam duduk di kamar

Kali ini aku disibukkan dengan mencari info audisi MTV VJ Hunt 2007. Hari ini kudapat informasi dari internet bahwa audisi Yogyakarta dilaksanakan dua hari: Jumat, 23 Maret di FISIP UGM dan Minggu, 25 Maret di Mall Galeria. Sayang, tidak disebutkan jamnya. Keterangannya memang kurang banyak. Jadi, di sana ada tulisan keterangan lebih lanjut lihat di tabloid atau media massa di daerah anda. Padahal keterangan di tabloid dan media massa pun tidak lebih lanjut.

Sepertinya aku akan mengikuti yang tanggal 23 karena aku malas minggu-minggu berangkat ke kota. Sedihnya, aku hanya akan sendirian di sana karena Nia sedang study tour ke Bali. Aku tidak mungkin mengajak keluarga. Bisa malu duluan aku!

Niatnya, aku tidak mau memberitahukan rencana ini pada siapa-siapa, kecuali teman. Mulai sekarang siap-siap saja latihan, kostum, other performances, dan tentunya siap malu juga di depan anak-anak kampus UGM. Aku pasti bakalan terasing di sana dan tidak ada satu pun yang kukenal sama sekali. Belum lagi kalau ketahuan sama Ndut karena kampusnya yang bersebelahan sekali dengan FISIP, yakni Ekonomi.

Catatan SMA 1: Guru Baru

3 Maret 2007 15:57 WHV (Waktu HP Vita)

Aku tiba-tiba jadi inget. Tadi di sekolah, sewaktu latihan untuk olimpiade science economy di ruang AVA (Audio Visual), aku, Pitik (Fitri), Astri, Risti, dan Idha sempat bercerita seru. Tak lama kemudian, kita semua mengganggu Pitik yang saat itu sedang hangat-hangatnya digosipkan dengan guru bahasa Indonesia yang masih muda dan bujangan, Pak Syarif. Sedangkan itu, Bu Suras, guru ekonomi kami sedang menghitung-hitung mencari jawaban soal.
Saat itu Pitik berkata kalau deritanya saat itu bakal lengkap kalau ada Bu Suras, Pak Mardi, dan satu lagi guru yang aku lupa siapa namanya. Mereka pasti bakal habis-habisan dalam menggoda dan menggosipkan Pitik dengan Pak Syarif. Tiba-tiba Bu Suras bertanya, “Bagaimana kabar guru bahasa Inggris kalian yang baru? Katanya dia sampai nangis-nangis?” *Maaf, kami sensor namanya!* Tak ayal pertanyaan pamungkas tersebut membuat kami berenam terlibat dalam obhat (obrolan curhat) tentang guru baru tersebut.
Sejurus kemudian, kami tahu bahwa “guru baru” itu marah kepada kelas kami karena beliau diadukan ke Bu Kus, Wakil Kepala Sekolah yang mengurusi murid-murid (aku lupa istilahnya. Tapi kalau di universitas, istilahnya Wadek Kemahasiswaan). Beliau tidak terima dan merasa kami yang mencari-cari masalah sendiri. Padahal kami melapor ke BK itu, kan apa adanya. Untuk apa kami mengadu ke BK yang tidak-tidak? Kami juga tahu, kok kalau melapor ke BK itu bukan permainan! Untuk apa juga kami cari gara-gara dan melaporkan orang ke BK kalau tidak ada masalah? Capek, deh!
Kemudian pembicaraan kami berlanjut ke soal beliau yang membanding-bandingkan daerah, mengajar di empat provinsi, dll. Bu Suras berkata bijak, anak mana pun tidak ada yang mau dibanding-bandingkan. Bu Suras berkata demikian dengan pengalaman bahwa dulu murid-muridnya ingin kembali diajar olehnya karena guru ekonomi yang baru suka membanding-bandingkan. Bu Suras bahkan sependapat dengan Bu Noor Zaimah. “Kalau saya jadi guru baru, bukan anak-anak yang harus adaptasi. Akan tetapi saya yang harus adaptasi,” kata Bu Suras. Bu Noor sendiri bilang, “Jangan mau kita yang menyesuaikan dia, tetapi dia yang harus menyesuaikan diri dengan kita.”
Klop habis, deh! Jadi, di rumah aku sempat terpikir kalau “guru baru” kami itu kurang fleksibel. Selain itu, aku sendiri belum pernah merasakan bagaimana senyuman beliau. Sejak awal beliau berpidato di upacara sampai detik terakhir aku melihatnya mengajar di kelas. Wajahnya masam saja, datar, kaku, membosankan, dan tidak bisa diajak akrab. Diajak bercanda saja tidak mau, malah tersinggung.
Kemudian, katanya Bu Noor dan Bu Fat (guru agama Islam dan juga wakil kepala sekolah) lebih membela kelas kami daripada “guru baru” tersebut. Konon, Bu Fat agak sedikit tidak cocok juga dengan beliau.
Kemudian Pitik bercerita. Bu Endang (entah Endang siapa. Mungkin Bu Endang Bahasa Inggris) mau mengantar “guru baru” tersebut ke RS dengan becak. Kan sekolah kami dekat dengan sejumlah RS sehingga naik becak cukuplah! Tapi beliau tidak berkenan dan memilih naik taksi! Wah, mendengar itu aku jadi sebal padanya! Terlihat sombong, apalagi dengan gaya hidupnya yang kaya. Lalu melihat cat kukunya yang membuat penampilannya “wow!”.
Sudahlah! Besok akan kuceritakan ini pada Nia.

NB:
Kejadian ini terjadi sewaktu aku kelas dua SMA. Kelasku memang sering sekali terlibat permasalahan dengan beberapa guru. Hebatnya, kami selalu bersatu dan tampil kompak. Maklum, kelas kami adalah satu-satunya kelas sosial di kelas dua. Konon setelah selesai mengajar untuk angkatan kami, “guru baru” tersebut tidak lagi mengajar untuk kelas IPS.
Buat “guru baru”, tetap semangat mengajar bahasa Inggris ya, Bu! Jadikan SMA kami tetap unggul di bahasa Inggris, walaupun sejumlah guru andalan bahasa Inggris kini telah pensiun.
Buat Bu Suras dan Pak Mardi, aku kangen kalian! Aku ingin punya dosen seperti kalian yang mengajar komunikasi, hehehe… Dosen komunikasi ada yang pelit kasih nilai, tidak seperti kalian! Hihihi… (*prihatin setelah melihat KHS*)
Buat guru lain yang sempat disebut di atas, terimakasih ya sudah mendidik dan mewarnai hidupku sehingga aku bisa menuliskannya! :)

Diskusi bersama Prof. Dr. Gaetan Tremblay, Mahasiswa Antusias Berdiskusi

Rabu 2 Juni 2010 lalu, Jurusan Ilmu Komunikasi menyelenggarakan kuliah umum berjudul “Cultural Industries, Creative Economy, and the Information Society”. Diskusi yang dimulai pukul 10.00 WIB di Ruang Seminar Lantai II Sayap Barat, Gedung Fisipol UGM ini, menghadirkan Prof. Dr. Gaetan Tremblay, profesor bereputasi internasional dari Universitas Quebec, Montreal, Kanada. Diskusi yang dimoderatori Tore Eses, mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi UGM ini, berlangsung menarik.

Gaetan Tremblay yang memiliki spesifikasi pada bidang industri kreatif ini, membuka presentasinya mengenai sejarah industri kreatif. Industri tersebut dimulai pada sepuluh tahun yang lalu oleh Partai Buruh dari Tony Blair. Pada awalnya ide itu hanya bersifat politis saja. “Ide tersebut dengan cepatnya disebarluaskan hingga kalangan teknokrat dan akademisi,” ujar Tremblay. Ia menambahkan, setiap karya kebudayaan, bahkan yang diproduksi secara industri, secara tidak langsung juga termasuk sebuah karya kreatif. “Jantung ekonomi kreatif adalah industri kreatif,” lengkap Tremblay. Dalam hal ini, Cina adalah negara yang keseluruhan industri kreatifnya paling banyak di dunia. Pada akhir diskusi yang didukung oleh Komako ini, moderator menyimpulkan bahwa setiap orang memiliki potensi kreatif yang dapat dikembangkan.

Sesi tanya jawab setelahnya berlangsung sangat menarik. Beberapa peserta menunjukkan atensinya dengan mengajukan pertanyaan kritis kepada pembicara. Tak mau kalah dengan peserta, Tremblay bahkan sempat berkelakar ketika menjawab pertanyaan salah seorang peserta. Suasana diskusi menjadi cair karenanya. Tremblay pun mengaku senang dan beruntung sekali bisa menjadi pembicara dalam kuliah umum tersebut. Terlebih lagi ia menjadi pembicara di universitas terbaik di Indonesia.

Siang harinya, pukul 15.00 WIB diselenggarakan pula Seminar Terbatas Program S2 Komunikasi. Masih dengan pembicara yang sama, seminar terbatas kali ini membahas tema “Marshall McLUhan, Harold Innis, and Communication Research in Canada”. Acara yang diselenggarakan oleh Program Studi S2 Komunikasi UGM ini dimoderatori oleh Pulung Setiosuci Perbawani, SIP., MM, salah satu staff pengajar Jurusan Komunikasi UGM.

Sama halnya dengan kuliah umum untuk mahasiswa Program Studi S1 Jurusan Ilmu Komunikasi, seminar ini pun berlangsung seru. Pada sesi tanya jawabnya, beberapa peserta terlihat sangat antusias. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan menarik untuk dijawab oleh Tremblay.

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fisipol UGM yang juga salah satu pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi, Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni mengatakan, “Diskusi tersebut sebenarnya sebagai bagian dari kegiatan prodi untuk research faculty dan kemudian international standard.” Ditambahkannya lagi, tema tersebut diangkat karena merupakan spesifikasi dari Gaetan Tremblay, yaitu industri kreatif.

Menurut Hermin, diskusi tersebut memiliki relevansi dengan kurikulum di Jurusan Komunikasi. “Saya kira jurusan paling tepat untuk mengembangkan kajian-kajian itu,” ujarnya. Hermin juga berharap, seminar ini dapat memperluas wawasan internasional mahasiswa sehingga mahasiswa tahu apa yang akan dikembangkan oleh mahasiswa komunikasi di negara lain.


NB:
Ini adalah berita pertama saya yang dipublikasikan. Berita ini juga dapat dilihat di http://www.komunikasi.fisipol.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=97:cultural-industries-creative-economy-and-the-information-society&catid=35:on-the-spot&Itemid=72