Rabu,
30 Mei 2014 saya dan kawan-kawan mengunjungi Kawasan Wisata Kaliurang. Tepat malam sebelumnya, 29 Mei 2014 sekitar pukul 22.00 WIB, media ramai memberitakan kenaikan status merapi menjadi waspada dari normal aktif. Meski masih terlalu
jauh dari awas, lantas kami juga ikut waspada selama di sana. Kalau-kalau ada
kenaikan status tiba-tiba.
Tujuan
awal kami adalah Jadah Mbah Carik I di Jalan Asta Mulya, Kaliurang. Sambil menunggu
pesanan wajik, jadah, teh
poci, dan teh
rosela, kami pun berbincang-bincang dengan karyawan dan salah satu keturunan
Mbah Carik yang usianya sudah sepuh. "Ssst! Ssst!" Suara
itu muncul berulang kali. Namun kami masih asyik saja mengobrol sambil sesekali
menyeruput teh hangat dan jadah tempe yang tersaji. Sampai kemudian radio HT dari
Jalin Merapi berbunyi "Tit, tit!", kami baru peka. Itu pun setelah
ibu karyawan berkata "Aku sok
was-was e nek ngene iki," (maksudnya: aku sering was-was kalau dengar
tanda sirine semacam ini).
Meski status Merapi naik menjadi waspada, mereka tetap bekerja |
Ya.
Pengalaman berulang kali menghadapi erupsi merapi memang mudah membuat penduduk
merapi menjadi was-was, sensitif, dan trauma. Apalagi baru saja semalamnya
Gunung Merapi mengeluarkan dentuman. Hari-hari di bulan-bulan sebelumnya pun,
Merapi sempat bergeliat dan menghempaskan abu tipis. Sampai akhirnya malam
terakhir, Merapi dinaikkan statusnya menjadi waspada.
Penduduk kawasan Merapi kini tak
menganggap remeh alat komunikasi seperti HT. Meski kalah canggih dibandingkan
HP, tablet, dan sejenisnya, HT lebih dibutuhkan untuk update perkembangan Merapi yang paling cepat. Sebab segala
perkembangan Merapi via HT, dilaporkan langsung dari pos pengamatan. Warga
tinggal menyalakannya stand by 24 jam
dan perkembangan Merapi pun bisa didengar ke seluruh penjuru ruangan berkat
volumenya yang keras. Apabila waktu evakuasi tiba, sirine status turut berbunyi
sangat cepat dari HT.
Masih
di Jadah Mbah Carik, saya cek akun facebook.
Kawan saya yang tinggal di sekitaran Merapi pun berkeluh kesah. Dia amat
prihatin dengan sejumlah jalan yang kini berlubang karena kerap lewatnya truk
yang mengangkut batu dan pasir dari kali-kali sekitaran Merapi. Keadaan seperti
itu dianggap mampu mempersulit evakuasi warga bila waktu erupsi tiba. Bayangkan
ketika ratusan kendaraan menjauhi wedhus
gembel dan menyesaki jalan penuh lubang dengan tergesa, apa jadinya?
Erupsi
Merapi bukanlah sekali terjadi. Meski penanganan bencana Merapi dari tahun ke
tahun selalu mendapat acungan jempol, ada baiknya jika pemerintah juga
meningkatkan kewaspadaan lebih tinggi lagi. Terlebih dengan memperbaiki kondisi
fisik jalur evakuasi dan pos penampungan.
No comments:
Post a Comment