Tuesday, 23 November 2010

Satu Tahun EFC Geografi UGM

Deklarasi Environmental Friendly Campus (EFC) di Fakultas Geografi UGM, yang salah satunya diwujudkan dengan bebas asap rokok, ternyata kurang efektif. Masih ada sejumlah mahasiswa merokok di kampus itu. Padahal deklarasi ini sudah berlangsung satu tahun.
“Mahasiswa masih merokok di dalam kampus. Bedanya cuma di kantin. Tadinya kantin menjual rokok, sekarang tidak jual,” ujar Agung Mardiko, mahasiswa Geografi dan Ilmu Lingkungan 2007 pada Minggu, 16 Mei 2010. Saat ditanyai apakah ia pernah melihat dosen atau karyawan merokok di Fakultas Geografi, Agung bahkan mengiyakan.
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Arsoluhur Maskurrohman, mahasiswa Geografi dan Ilmu Lingkungan 2008. “Yang tidak merokok, tetap tidak merokok. Yang merokok ya tetap merokok, terus lanjut dan lanjut kayak kereta api,” katanya.
Lain lagi yang dinyatakan oleh Beryl Artesian Girsang, mahasiswa Geografi dan Ilmu Lingkungan 2007. Ia menentang Deklarasi EFC, terutama poin kampus bebas asap rokok. “Kebiasaan yang sudah mendarah daging, sulit hilang sebenarnya. Apalagi dengan lingkungan anak-anak yang ikut UKM itu, kebanyakan mayoritas perokok,” ujar Beryl yang juga perokok.
Menurut Beryl, poin itu dimulai dengan tidak dijualnya rokok di kampus. Kemudian diikuti dengan adanya tanda larangan merokok. “Tapi ya, karena lihat ada teman-teman pada ngrokok, ya udah. Dosen juga tidak terlalu memberi sanksi yang berat, cuma memberi peringatan tapi nggak memberi sanksi,” jelas Beryl.
Poin lain
Tak hanya itu, beberapa poin-poin Deklarasi EFC lainnya pun dianggap kurang efektif. Pada saat Deklarasi EFC diluncurkan, ada enam poin tertuang di dalamnya. Poin-poin tersebut adalah Fakultas Geografi UGM Peduli Hidup Sehat, Peduli Energi, Peduli Hutan, Peduli Limbah, Fakultas Geografi Hijau, dan Kampus Berbudaya.
Poin Peduli Limbah yang diterapkan dengan kampus pengolahan sampah, misalnya. “Ada pemisahan sampah dengan tempat yang berbeda. Akan tetapi pada saat dikumpulkan dengan gerobak, tetap saja dicampur lagi antara organik dan non organik,” ungkap Agung.
Begitu pula dengan poin Peduli Energi yang diwujudkan dengan penggunaan AC seperlunya mulai dari jam 09.00 - 16.00, serta mematikan lampu dan komputer jika sedang tidak digunakan. “Setahuku, kalau lampu memang digunakan seperlunya. Tapi kalau komputer dan AC belum tertib. Kalau komputer sih, kan soalnya digunakan mahasiswa setiap saat. Tapi kalau AC kok rasanya manjer terus, ya?” ujar Arso.
Ketika ditanya mengenai konsultasi virtual, baik Agung maupun Arso sama-sama tidak mengetahuinya. Padahal konsultasi virtual merupakan salah satu wujud poin Fakultas Geografi UGM Peduli Hutan dalam EFC.
Tidak ada sanksi
Anehnya tidak ada tindakan khusus dari pihak fakultas atas pelanggaran poin deklarasi tersebut, terutama bagi perokok di area Fakultas Geografi UGM. Padahal di awal deklarasi, fakultas berjanji akan mendetailkan tiap poin deklarasi dan menformalkannya melalui konsekuensi hukum.
“Memang tidak bisa 100% ide yang dicanangkan dalam deklarasi ini bisa diwujudkan. Semuanya harus melalui proses setahap demi setahap,” ujar Muhammad Izzudin, Menko Internal BEM Geografi.
Menurut Izzudin, ia tidak bisa mendiskreditkan teman yang merokok. Jika bicara realistis, tidak mungkin 100% kampus Geografi bebas asap rokok. Merokok adalah kultur masyarakat, sehingga ia tidak bisa memaksakan teman-temannya untuk menaati poin deklarasi tersebut. Fungsi BEM hanyalah menganjurkan.
“Selama satu tahun kemarin, target kami adalah sosialisasi EFC,” tegas Dr. Lutfi Muta’ali Ssi MT, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Geografi. Selama masa itu, ia mendapatkan banyak hal-hal positif dan juga kritik untuk pelaksanaan EFC ke depannya.
Mengenai pelanggaran merokok di area kampus Geografi, Lutfi mengatakan bahwa deklarasi ini adalah gerakan moral yang mengutamakan kesadaran segala pihak di Fakultas Geografi UGM. “Gerakan ini memang tanpa sanksi. Kalau kita menentukan sanksi, kita malah sibuk mengurus sanksi, bukan akademik,” ujarnya.
Tak heran jika pihak fakultas belum menentukan target pelaksanaan. “Dalam masa sosialisasi ini, target kita adalah orang-orang tahu. Dalam hal ini, hampir 100% orang tahu akan adanya Deklarasi EFC,” ujar Lutfi.
Namun, Lutfi telah melakukan perencanaan tingkat lanjut untuk pelaksanaan EFC. Dirinya kini tengah membuat buku saku panduan mengenai pelaksanaan EFC. Beberapa poin di antaranya bahkan menganjurkan untuk saling hormat-menghormati dan saling menasihati dengan orang lain.
Bagi Agung, hanya sekitar 40% dari Deklarasi EFC yang terlaksana. Ia berharap, “Ke depannya, sebaiknya dibuat aturan dengan sanksinya. Khususnya tentang rokok, itu yang jelas kelihatan. Bisa dimulai dari dosen dan karyawan supaya bisa jadi contoh.”

1 comment: