Pada 3 Juli 2010 lalu, salah satu dosen Jurusan Ilmu Komunikasi (JIK) Fisipol yang memasuki masa pensiun, Ashadi Siregar mendapat kejutan pada ulang tahunnya yang keenam puluh lima. Hadiah tersebut berupa Peluncuran dan Diskusi Buku “Ashadi Siregar: Penjaga Akal Sehat dari Kampus Biru” di Gedung Pascasarjana Fisipol UGM Lt. II. Tak hanya terangkum di dalam buku, Satu aspek dari pribadi Bang Hadi, atau Bang Adi, panggilan akrab Ashadi Siregar, yang menonjol dan kerap diungkit tidak hanya di dalam buku melainkan juga di dalam acara tersebut adalah “sinisme” novelis Cintaku di Kampus Biru itu.
Lontaran sinis itu, menurut tuturan para alumni JIK, memang amat khas Bang Hadi. Dalam diskusi, Bang Hadi seringkali berkomentar dengan cukup sinis dan terkadang nylekit. Dr. Kuskridho Ambardi, atau dipanggil Dodi, staf pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi yang juga pernah menjadi muridnya, bahkan menjulukinya sebagai ”Raja Sinis”, ”Tukang Gembos”, dan ”Si Raja Tega.”
Akan tetapi, ”sinisme” Bang Hadi itu tidak pernah disertai dengan ungkapan menggurui, atau merendahkan pihak lain. ''Dia memberi motivasi tanpa menggurui. Kalau berdebat dan tidak setuju pada satu gagasan, paling-paling dia hanya tertawa kecil yang agak sinis tanpa terkesan memusuhi dan merendahkan," tutur Rizal Mallarangeng.
Tidak hanya itu, “sinisme” Bang Hadi itu diimbangi dengan kemampuannya mendengarkan pihak lain. ”Bang Hadi itu tampak seperti orang yang sarkas, angker, sinis, tetapi memiliki kemampuan sabar mendengarkan yang besar,” ujar Saur Hutabarat, Pemimpin Redaksi Media Indonesia.
Selain itu, setelah mengenali pribadi Bang Hadi lebih jauh, di balik senyum ”sinis”-nya, Bang Hadi merupakan sosok yang menyenangkan dan pemalu. ”Tidak ada duka bersama Bang Hadi,” ujar Rizal. Baginya, semua pengalaman bersama pria keturunan Batak tersebut adalah suka.
Karena keunikan karakter Bang Hadi itulah, para alumni JIK sepakat menjuluki Bang Hadi sebagai penjaga akal sehat. “Dia melihat segala sesuatu dengan pikiran yang berbeda,” ujar Saur. Ditambahkannya, pria yang juga menulis novel Jentera Lepas itu berpikir atas dasar-dasar empirik. Ia tidak tergoda dengan pragmatisme. “Bang Hadi adalah orang yang jujur dan lugas,” jelasnya.
Kesederhanaan Bang Hadi juga dibenarkan oleh Dodi. Ketenarannya sebagai penulis novel bahkan tidak pernah mengubah sifatnya yang tidak nyaman dengan popularitas. ”Di tengah wabah kegandrungan orang untuk menjadi selebritas, Ashadi memilih untuk meninggalkannya,” tambah Dodi.
Diskusi yang dimoderatori oleh Dr. Ana Nadhya Abrar, yang juga koordinator penulisan buku kenangan tersebut berlangsung sangat meriah. Terlebih diskusi yang diselenggarakan sebagai acara perpisahan dan pensiun Bang Hadi in i berhasil mengungkap sejumlah peristiwa-peristuwa lucu bersama Bang Hadi sehingga membuat para tamu terbahak-bahak.
Para alumni dan kolega Bang Hadi berharap, dengan adanya masa pensiun ini Bang Hadi tidak pensiun begitu saja melainkan tetap berkarya. ”Tetaplah berkarya terus di akademik dan sastra!” ujar Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc. (F. Refitasari)
juga dapat dilihat di http://komunikasi.fisipol.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=98:bang-hadi-bukan-sinis-biasa&catid=35:on-the-spot&Itemid=72
ReplyDelete