Meski tubuh masih cukup lelah karena perjalanan Jogja-Solo, saya berusaha tak terlena dengan kenyamanan hotel yang saya inapi. Bergegas saya mandi, berdandan, dan turun keluar dari Solo Paragon Hotel pada jam 8 pagi.
Karena hotel itu tak jauh dari Jalan Slamet Riyadi, maka Jalan Slamet Riyadi lah yang pertama-tama ingin saya kunjungi dengan sepasang kaki ini. Berharap menemui nasi liwet untuk sarapan pagi, saya menembus Jalan Yosodipuro. Tak dinyana, hotel yang saya inapi juga dekat dengan Kalitan. Beberapa tukang becak barangkali memanggil-manggil hendak membawa saya lewat ke sana. Pun saya hanya berkata "mboten" karena tidak berniat pergi terlalu jauh.
Sampailah saya di tepi Jalan Slamet Riyadi. Mungkin karena hari itu Sabtu, ruas jalan utama di Solo ini tidak terlalu ramai. Sepi malah. Di seberang saya tepat, ada Loji Gandrung. Loji Gandrung adalah rumah dinas walikota Solo yang arsitekturnya masih klasik Belanda. Pendoponya kerap digunakan untuk sejumlah pertemuan. Saya ingin sekali menyeberang dan masuk ke sana. Namun ragu saya menghalangi karena sekali lagi, itu adalah rumah. Bukan tempat umum. Cukup saya memotret dari seberang saja.
|
Jalan Slamet Riyadi begitu lengang kala itu |
|
Gapura Loji Gandrung |
|
Patung Belanda di depan Loji Gandrung |
Kembali lagi ke arah hotel, saya masih tidak menemui nasi liwet. Mungkin memang seharusnya saya mencarinya pada malam hari di sekitaran Keprabon atau Istana Mangkunegaran. Tak apa lah karena intinya, saya mau jalan-jalan dan mengabadikannya.
Sebelum kembali ke hotel, saya belok kiri dulu ke arah Ndalem Kalitan. Sesampainya di Kota Solo, saya dan keluarga memang telah beberapa kali melewatinya. Ibu berkata kalau itulah rumah Ibu Tien dahulu. Karena tahu lokasinya dekat, saya penasaran dan nekat mengunjunginya.
|
Gapura Ndalem Kalitan |
Sampai di depan Ndalem Kalitan, saya mendapati parkiran yang cukup luas. Di depan Ndalem Kalitan yang bergapura, dinding tebal, bertempel lambang Garuda Pancasila, dan berpagar hijau itu, didapati pula masjid sederhana. Meski sederhana dan tanpa kubah, namun masjid ini terbilang cukup luas dan banyak disinggahi. Namanya Masjid Nurul Imam Kalitan.
|
Masjid Nurul Imam Kalitan. Persis di depan Ndalem Kalitan |
Di kejauhan, saya mendapati sebuah pendopo di dalam Ndalem Kalitan. Konon orang yang ingin melihat-lihat hanya bisa sampai di pendopo saja. Tamu yang ingin berkunjung pun harus melapor terlebih dahulu. Di pendopo itulah, foto Bapak Soeharto dan Ibu Tien dipajang. Ndalem ini pun telah banyak menyimpan suka duka pasangan tersebut semenjak baru memulai biduk rumah tangga.
Sungguh nikmat membawa kebiasaan "mbolang" (jalan kaki) saya di Jogja ke Kota Solo. Apalagi di akhir pekan, pukul 8 pagi. Suasananya sepi dan belum banyak polusi. I wish I could walk more than this, really!
ane sering solat situ
ReplyDeletedi dekat situ juga ada masjid satu lagi. di gang sebelahnya. kayaknya sih lbh bagus tempatnya
Delete